Melihat Warna-Warni Gas Rumah Kaca

Teman-teman pasti setiap detik bernafas kan? Tentu saja!

Udara yang kita hirup setiap hari, setiap jam, setiap menit, dan bahkan setiap detik selama hidup di dunia ini ternyata bukanlah oksgien murni loh! Saat bernafas, tubuh kita mengambil udara dari alam bebas yang mengandung berbagai unsur gas seperti oksigen, karbon dioksida, nitrogen, uap air, dan unsur lainnya. Dari beberapa contoh unsur gas yang telah disebutkan, gas CO2 dan uap air (H2O) merupakan salah dua contoh gas rumah kaca (GRK). Adapun unsur gas lainnya yang termasuk ke dalam kategori GRK adalah Nitrogen Dioksida (NO2), dan metana (CH4). Seperti yang kita tahu bahwa gas tidak memiliki warna, sehingga wujud gas tidak dapat dilihat oleh mata kita.

Nah, kalian harus tahu nih guys, sudah banyak satelit dengan misi mendeteksi gas emisi yang berhasil diluncurkan dan diorbitkan ke luar angkasa loh! Salah satu contohnya adalah satelit bernama Greenhouse Gases Observing Satellite (GOSat) yang misi utamanya adalah untuk mengukur kadar GRK di lapisan atmosfer bumi, GOSat ini dapat “melihat” dan mendeteksi GRK yang tersebar di lapisan atmosfer bumi. Lantas bagaimana ya cara GOSat melihat GRK di lapisan atmosfer bumi ini? Apakah GOSat menggunakan mata batin? Mata pancing? Mata ikan? Atau mata-mata?!

Gambar 1. Greenhouse Gases Observasing Satellite (GOSat)

Sumber: https://directory.eoportal.org/web/eoportal/satellite-missions/g/gosat

Dilansir dari sebuah jurnal yang berjudul “Analisis Vibrasi Molekul pada Gas Rumah Kaca” gas CO2, CH4, NO2, dan H2O mampu memerangkap energi gelombang inframerah sehingga membuat lapisan yang berada di bawahnya menjadi hangat. Unsur gas yang memiliki kemampuan untuk menyerap energi gelombang inframerah ini dikategorikan sebagai GRK, jadi tidak hanya gas CO2, CH4, NO2, dan H2O saja, masih banyak unsur gas lain yang juga masuk ke dalam kategori GRK. Gelombang inframerah merupakan salah satu gelombang elektromagnetik (EMR) yang diradiasikan oleh matahari ke bumi. Dari total EMR yang diradiasikan, sekitar 51% diserap oleh permukaan bumi, 19% diserap oleh atmosfer bumi, dan 30% dipantulkan kembali ke luar angkasa. Pada dasarnya, untuk mendeteksi sebaran GRK yang ada di lapisan atmosfer bumi adalah dengan cara mendeteksi kuantitas energi gelombang inframerah di lapisan atmosfer bumi, terdeteksinya gelombang inframerah di lapisan atmosfer inilah yang menjadi indikasi bahwa adanya sebaran GRK di lapisan atmosfer bumi. Jadi, untuk melihat GRK di atmosfer bumi ini yang dideteksi adalah gelombang inframerahnya guys, bukan wujud fisik dari unsur gasnya. Panjang gelombang inframerah berkisar antara 750nm sampai dengan 1mm. Panjang gelombang inframerah ini tidak dapat dilihat oleh mata manusia dikarenakan mata kita hanya mampu melihat spektrum cahaya tampak (visible light) yang panjang gelombangnya 400 nm sampai dengan 700 nm, panjang gelombang cahaya tampak ini berbeda dengan panjang gelombang inframerah. Itulah sebabnya mata manusia tidak dapat melihat gelombang inframerah.

Gambar 2. Electromagnetic Spectrum of Energy Radiations
Sumber: https://www.researchgate.net/publication/263126646_State_of_the_Art_Report_on_Global_and_Regional_Soil_Information_Where_are_we_Where_to_go

Dari berbagai jenis radiasi EMR, radiasi gelombang inframerah ini merupakan salah satu radiasi gelombang elektromagnetik yang seharusnya dipancarkan kembali ke luar angkasa, namun karena adanya GRK yang tersebar di lapisan atmosfer bumi, gelombang inframerah bukannya dipantulkan ke luar angkasa akan tetapi justru diserap oleh GRK sehingga inframerah tersebut terperangkap di lapisan atmosfer bumi. Dampaknya, suhu di bumi mengalami peningkatan, dan bumi menjadi hangat karena terjadi pemanasan global yang mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di Kutub Utara dan Kutub Selatan sehingga para beruang kutub serta penguin-penguin gembul lucu nan menggemaskan yang berhabitat di daerah kutub ini pun kehilangan tempat tinggalnya dan bisa terancam punah. Kalau punah, kita gabisa nonton We Bare Bears lagi dong! Waduh bahaya banget kan!

Untuk menjalankan misinya yaitu mengukur kadar GRK yang ada di lapisan atmosfer bumi, GOSat menggunakan instrumen bernama Thermal and Near Infrared Sensor for Carbon Observations – Fourier Transform Spectrometer alias TANSO-FTS. Dalam instrumen tersebut, terdapat salah satu device yang sangat penting yaitu Spectrometer. Secara umum, Spectrometer adalah sebuah alat yang mampu mendeteksi gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang tertentu dan mengubah gelombang EMR yang terdeteksi tersebut ke dalam spektrum cahaya tampak. Terdapat berbagai jenis Spectrometer berdasarkan kemampuannya dalam mendeteksi panjang gelombang spektrum electromagnetic, maka dari itu spectrometer yang digunakan tentunya harus disesuaikan dengan misi yang akan dilakukan oleh satelit. Pada instrument TANSO-FTS ini digunakan empat buah spektrometer, yaitu:

Spectrometer Band 1 dengan range 0,758 – 0,775 μm untuk mendeteksi gas O2

Spectrometer Band 2 dengan range 1,56 – 1,72 μm untuk mendeteksi CO2 dan CH4

Spectrometer Band 3 dengan range 1,92 – 2,08 μm untuk mendeteksi gas CO2 dan H2O

Spectrometer Band 4 dengan range 5,56 – 14,3 μm untuk mendeteksi gas CO2 dan CH4.

Dari keempat band spectrometer ini dapat kita ketahui bahwa, spectrometer yang digunakan pada GOSat adalah spectrometer untuk mendeteksi gelombang inframerah, sangat cocok untuk mendeteksi gas rumah kaca yang ada di lapisan atmosfer bumi. Nah, apa yang terjadi kalau spectrometer yang digunakan wavelength operating-nya di range cahaya tampak? Ya tentu saja spectrometer tidak akan mampu mendeteksi gas rumah kaca, karena gas rumah kaca tidak dapat menyerap energi di panjang gelombang cahaya tampak.

Gambar 3. Sample of FTS radiance spectra showing absorption bands of CO2 and CH4

Sumber: http://www.gosat.nies.go.jp/en/about_3_analysis.html

Gambar 4. Outline of GOSat data processing

Sumber: http://www.gosat.nies.go.jp/en/about_3_analysis.html

Dengan serangkaian proses penangkapan dan pengolahan data oleh instrument TANSO-FTS dan devices lainnya, serta dengan bantuan algoritma yang telah dibuat, maka akan diperoleh data dalam bentuk visual seperti gambar di bawah ini :

Gambar 5. Column-averaged CO2 concentrations in the subarctic from GOSAT retrievals and NIES transport model simulations

Sumber: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1873965214000206

Warna-warni pada data visual tersebut bukanlah wujud fisik asli GRK di lapisan atmosfer bumi. Warna-warni GRK tersebut merupakan hasil dari serangkaian data processing yang telah dilakukan. Beragam warna pada data tersebut menunjukkan penyebaran gas yang ada di lapisan atmosfer bumi, setiap spektrum warnanya mewakili masing-masing gas rumah kaca seperti CO2, H2O dan CH4. Data ini dipublikasikan di situs GOSat dan dapat diakses oleh semua pihak, dalam situs tersebut ditampilkan penyebaran GRK di lapisan atmosfer bumi dari tahun ke tahun sehingga kita semua dapat mengetahui kondisi bumi kita di setiap waktu.

Nah gimana guys, jadi udah tau kan device apa yang digunakan untuk melihat warna-warni gas rumah kaca? Bukan mata batin, mata pancing, mata ikan, mata-mata, apalagi mata Najwa!

Yap, untuk “melihat” alias mendeteksi gas rumah kaca di lapisan atmosfer bumi kita ini, dibutuhkan device yang bernama Spectrometer ya sobat!

Referensi:

 

28 – 03 -2020

Laboratorium Nanosatellite

Author : Shindi M. Oktaviani

#SalamMengangkasa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *