Apa yang terlintas di benak teman-teman saat mendengar kata Satelit? Satelit ISS yang dihuni astronot? Atau satelit Himawari si peramal cuaca? Atau mungkin, Satelit Palapa si satelit komunikasi yang memudahkan kalian untuk chattingan sama doi? Nah, satelit yang telah disebutkan tadi merupakan salah tiga contoh dari sekian ribu satelit yang mengorbit di luar angkasa, baik satelit yang mengorbit di orbit LEO, MEO ataupun GEO.
Berbicara soal orbit berdasarkan ketinggiannya, yaitu LEO, MEO, dan GEO, LEO (Low Earth Orbit) ini merupakan salah satu orbit yang cukup padat penduduk loh gaes, tapi tenang, walaupun padat penduduk pergerakan satelit di orbit ini tidak padat merayap seperti jalan tol Jakarta-Cikampek saat periode mudik lebaran kok, satelit-satelit tersebut tetap mengorbit dengan sebagaimana mestinya. Orbit LEO ini merupakan orbit yang paling dekat jaraknya dengan permukaan bumi alias orbit yang memiliki ketinggian paling rendah jika dibandingkan dengan orbit MEO dan GEO. LEO merupakan orbit yang memiliki ketinggian sekitar 320 – 800 km dari permukaan bumi. Diperkirakan terdapat sekitar 8000 satelit yang mengorbit pada orbit LEO ini, dan tidak menutup kemungkinan bahwa jumlah satelit pada orbit LEO ini akan terus bertambah tiap tahunnya.
Gambar 1. CubeSat Overview
Sumber: https://www.nasa.gov/mission_pages/cubesats/overview
Salah satu jenis satelit yang paling banyak ‘menghuni’ dan mengorbit di LEO adalah Cube Satellite. CubeSat adalah miniatur satelit berbentuk kubus yang memiliki basis dimensi berukuran 10 x 10 x 10 cm3 dengan massa kurang dari 1,33 kg untuk setiap unit dimensinya. Cube Satellite mungkin masih terdengar asing bagi sebagian orang, tapi kalian harus tahu nih, bahwa CubeSat ternyata sudah ada sejak 17 tahun lalu loh! Yap, CubeSat pertama berhasil diluncurkan pada tahun 2003, sejak saat itu jumlah CubeSat yang diluncurkan ke orbit LEO semakin banyak. Misi dari CubeSat cukup beragam, umumnya CubeSat memiliki misi yang tujuannya untuk membantu penelitian dan perkembangan ilmu pendidikan, mulai dari misi remote sensing, komunikasi, pencitraan cuaca, climate monitoring, dan bahkan ke depannya akan dikembangkan CubeSat untuk misi interplanetary loh! Wah, canggih banget ya!
Untuk saat ini, sudah banyak CubeSat yang berhasil diluncurkan dan diorbitkan ke luar angkasa yang mana misinya sangat membantu perkembangan di bidang penelitian dan ilmu pengetahuan. Beberapa contoh CubeSat di antaranya ialah QuakeSat yaitu CubeSat dengan dimensi 3U (~ 30 x 10 x 10 cm3) yang mana misinya adalah membantu para scientist untuk meng-improve pendeteksian gempa bumi dengan cara mendeteksi sinyal fluktuasi magnetik bumi, lalu ada PLUME yaitu CubeSat dengan misi pendeteksian debu cosmic untuk melihat partikel debu cosmic terkecil yang ada di luar angkasa, selanjutnya CubeSat bernama Firefly yang misinya adalah pendeteksian foton dengan range energy 20 KeV sampai 30 GeV untuk keperluan studi penelitian untuk mengetahui hubungan antara pencahayaan dan terrestrial gamma ray flashes, kemudian ELFIN yaitu CubeSat berdimensi 3U dengan misi pendeteksian energetic particle untuk membantu penelitian rugi-rugi electron pada bagian magnetosphere, ada juga KSAT2 yaitu CubeSat klimatologi yang dapat memprediksi hujan juga tornado, dan masih banyak lagi CubeSat yang misinya sangat membantu perkembangan dan evolusi ilmu pengetahuan untuk keperluan penelitian dan ilmu pengetahuan.
Gambar 2. Ncube-2
Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/CubeSat
Nah, sekarang kita bahas asal muasal CubeSat yuk. Desain CubeSat pertama kali diusulkan di akhir tahun 1990-an oleh dua orang professor yaitu Jordi Puig-Suari dari California Polytechnic State University, dan Bob Twiggs dari Stanford University. Kedua professor tersebut awal mulanya ingin membantu para mahasiswa untuk memperoleh pengalaman di bidang teknologi satelit dengan cara membuat sebuah satelit, namun saat itu yang mereka ketahui adalah satelit berukuran sangat besar dengan massanya yang mencapai ratusan bahkan ribuan kg, selain itu juga dibutuhkan biaya yang sangat besar dan waktu yang lama dalam pembuatannya, akhirnya muncullah ide untuk membuat miniatur satelit, ide miniaturisasi satelit ini kemudian terus dikembangkan sehingga benar-benar dapat diluncurkan dan dapat dioperasikan sama seperti satelit besar pada umumnya.
Keuntungan dari CubeSat ini adalah tidak membutuhkan biaya yang besar dalam pembuatannya, massanya juga tidak terlalu berat, dan roket dapat meluncurkan CubeSat dengan jumlah yang cukup banyak dalam sekali peluncurannya. Mengingat dimensi strukturnya yang berukuran kecil, maka pemilihan instrument yang menjadi bagian dari satelit di dalamnya juga sangat diperhatikan, instrument elektronik yang digunakan juga tentunya harus berukuran kecil, sayangnya instrument elektronik berukuran kecil cenderung lebih sensitif terhadap radiasi yang ada di luar angkasa, hal ini mempengaruhi lifetime dari CubeSat itu sendiri. Berbeda dengan satelit berukuran besar, CubeSat memiliki lifetime yang cenderung lebih singkat. Maka dari itu, dalam pembuatan CubeSat misi harus dirancang seefektif dan seefisien mungkin, CubeSat harus dapat menjalankan dan menyelesaikan misinya dalam waktu singkat sebelum pada akhirnya CubeSat tersebut berakhir menjadi space debris di luar angkasa.
Pada awal dekade, hanya sedikit CubeSat yang berhasil diluncurkan dan diorbitkan, lalu kemudian pada 2013 jumlah peluncuran CubeSat meningkat secara drastis, hal ini disebabkan karena CubeSat yang diluncurkan tidak lagi berasal dari hasil pengembangan oleh lembaga riset dan universitas untuk keperluan ilmu penelitian dan pendidikan saja, sejak saat itu CubeSat yang diluncurkan dan diorbitkan pun banyak yang berasal dari hasil pengembangan oleh berbagai perusahaan komersil yang memiliki misi beragam. Peningkatan jumlah CubeSat ini pun menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak khususnya pihak ahli, dengan banyaknya CubeSat yang diluncurkan tiap tahunnya maka populasi space debris di luar angkasa juga tentunya meningkat, potensi terjadinya tabrakan antar space debris pun semakin besar. Tapi tenang aja gaes, kalian tidak perlu khawatir nih, sesuai dengan artikel sebelumnya, yaitu artikel yang berjudul Space Debris dan Regulasi Mitigasinya, diketahui bahwa kini terdapat regulasi agar satelit yang akan diluncurkan dan diorbitkan harus dirancang agar dapat hancur dengan sendirinya dalam kurun waktu 25 tahun setelah diluncurkan, regulasi ini diharapkan dapat mampu mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan space debris.
Jadi, sudah tahu kan seberapa besar peran si kotak kecil Cube Satellite ini? Yap, Cube Satellite sangat berperan besar dalam proses evolusi ilmu pengetahuan, tidak hanya itu, Cube Satellite juga sangat membantu pakar cuaca dalam memprediksi cuaca. Hebat banget ya teknologi kecil yang satu ini!
Referensi:
https://www.space.com/34324-cubesats.html
03 – 04 -2020
Laboratorium Nanosatellite
Author : Shindi M. Oktaviani
#SalamMengangkasa